NEGERI ini mendapat predikat sebagai negara yang memiliki varian tanaman pangan paling beragam di dunia. Namun, predikat tersebut tidak serta-merta membuat warganya cukup pangan.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan saat ini daerah rawan pangan di Tanah Air sekitar 4,5%, terutama berada di Indonesia bagian timur.
Namun, ada fakta lain yang lebih memprihatinkan. Berdasarkan global hunger index (indeks kelaparan dunia), yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini, dari lima kategori, Indonesia termasuk negara yang berkategori 'serius' terancam rawan pangan.
Lima kategori itu, mulai dari yang terjelek, yaitu 'sangat mengkhawatirkan', 'mengkhawatirkan', 'serius', 'moderat', dan 'rendah'. Jadi, kategori 'serius' rawan pangan tergolong buruk karena hanya satu tingkat di atas kategori 'mengkhawatirkan'.
Indeks kelaparan dunia itu menunjukkan 122 negara masih dalam tahap berkembang dan transisi. Sebanyak 29 negara masih memiliki tingkat kelaparan yang 'sangat mengkhawatirkan' dan 'mengkhawatirkan', antara lain Burundi, Chad, Republik Demokratik Kongo, dan Eritrea.
Sebagian besar negara-negara dengan kategori 'mengkhawatirkan' berada di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Itu berarti negara-negara tersebut hanya satu tingkat lebih jelek jika dibandingkan dengan Indonesia dalam hal rawan pangan.
Bagi negara-negara di Afrika dengan varian tanaman pangan terbatas, ancaman rawan pangan dapat dianggap wajar. Akan tetapi, bagi Indonesia yang memiliki keragaman jenis tanaman pangan, ancaman rawan pangan merupakan ironi.
Penyebabnya kebijakan pangan nasional banyak salah. Di antaranya 'penyeragaman' makanan pokok, yakni beras, yang kian tidak terkendali. Di sisi lain, lahan untuk menyemai padi terus tergerus.
Hampir tidak ada sudut di negeri ini yang tidak mengonsumsi nasi. Padahal, dulu kita mengenal warga Madura dengan makanan pokok jagung dan warga Maluku sagu. Semua kearifan lokal itu punah.
Akibatnya, ketika persediaan beras menipis dan panen padi gagal, rawan pangan pun tak terelakkan. Karena itu, kebijakan pangan nasional harus serius untuk mendiversifikasikan pangan.
Kebijakan pangan yang salah lainnya adalah lebih mementingkan ekspor, padahal kebutuhan dalam negeri belum tercukupi. Indonesia yang kaya laut, misalnya, ternyata defisit ikan hingga 1 juta ton per tahun.
Ancaman rawan pangan memang bukan monopoli Indonesia. Namun, kita berbeda dengan negara-negara lain yang lebih sigap mengantisipasi ancaman tersebut.
China, Filipina, bahkan Thailand dan Vietnam yang menjadi lumbung beras kini sudah memulai gerakan mengamankan cadangan pangan dalam negeri mereka dari ancaman pangan pada 2011.
Tapi, di sini, yang terjadi masih cekcok soal apakah benar kita surplus beras atau tidak. Bahkan, kita masih terjebak dalam perdebatan soal benar-tidaknya negeri ini rawan pangan.
(Media Indonesia Senin, 18 Oktober 2010 )
sungguh mengenaskan membaca berita di atas, Indonesia yang terkenal dengan tanah nya yang subur, bahkan orang orang bilang tanah kita tanah surga tongkat dan batu jadi tanaman tarnyata jauh dari kenyataan, pemerintah hanya fokus terhadap pembangunan ekonomi di sektor industri, pembangunan itu pun hanya dilakukan di kota kota besar, tidak merata, masih banyak daerah daerah yang trtinggal perekonomiannya terutama wilayah timur, tak sepantas nya negeri kita rawan pangan dan medapat cap negara miskin, Indoneasia memiliki pertambangan emas terbesar di dunia, Negara ini punya cadangan gas alam TERBESAR DI DUNIA! tepatnya di Blok Natuna.
Berapa kandungan gas di blok natuna? Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll. Negara ini punya Lautan terluas di dunia. dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.Negara ini memiliki tanah yang sangat subur. karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan, tak heran Indonesia memiliki jutaan spesiies tanaman, sawah berhektar hektar, tapi pemerintah malah inport beras.
Pemeriantah harus mengevaluasi kebijakan2 ekonomi yang ada. pemerintah harus memaksimalkan potensi SDA yang melimpah, meratakan pembangunan ekonomi sampai ke daerah daerah, dan bisa mengangkat perekonomian bangsa dan menjadi bangsa yang maju, karena negara kita tak pantas mendapat predikat negara miskin dan rawan pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar