Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata "sistem". Ketika berbicara tentang pendidikan, orang akan bertanya mengenai pentingnya sistem pendidikan, demikian juga ketika orang berbicara tentang ekonomi orang akan bertanya bagaimana sistem ekonominya, dan sebagainya.
Kata sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung arti susunan kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam penerapannya tidak seluruhnya berasal dari pengetahuan, seni maupun kebiasaan: seperti sistem mata pencaharian, sistem tarian, sistemperkawinan, sistem hukum dan sebagainya.
1. L. James Havery
Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
2. John Mc Manama
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
3. C.W. Churchman.
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.
4. J.C. Hinggins
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.
5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan.
Syarat-syarat sistem :
1. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
2. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
3. Adanya hubungan diantara elemen sistem.
4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material) lebih
penting dari pada elemen sistem.
5. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.
Senin, 16 Mei 2011
Strategi Pembangunan Ekonomi Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Pembangunan ekonomi ditentukan oleh banyak faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah kondisi fisik (Termasuk iklim), lokasi geografi, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, peran pemerintah, perkembangan teknologi, kondisi ekonomi dan politik dunia, serta keamanan global.
Pemanfaatan lahan kosong yang memiliki berbagai macam sumber daya alam yang berlimpah baik biotik (Makhluk hidup, contohnya hewan dan tumbuhan) maupun abiotik (Benda mati, contohnya barang-barang tambang) dengan strategi dan perencanaan yang baik akan menghasilkan potensi ekonomi yang baik pula.
Pertama yang dilakukan adalah membuka lahan kosong yang dipergunakan sebagai pemukiman untuk tempat tinggal penduduk. Dari pemukiman tersebut, penduduk akan berusaha membuat, mencari dan mengelola kebutuhan pangan sendiri. Kemudian mulai berkembang pemanfaatan sumber daya alam yang menyusul munculnya lahan pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan pertambangan.
Pemanfaatan sumber daya alam menjadi lahan pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan pertambangan akan menghasilkan suatu produk. Dari pertanian akan menghasilkan barang-barang contohnya padi atau beras, perkebunan akan menghasilkan buah-buahan atau sayur mayur, dari perikanan akan menghasilkan berbagai macam ikan, peternakan akan menghasilkan daging, dari pertambangan akan menghasilkan macam-macam logam seperti emas, perak, dan tembaga. Dengan hasil produk penduduk, maka terbentuklah pasar sebagai pusat perdagangan di kawasan tersebut. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, dibangun sebuah pabrik untuk meningkatkan proses produksi dengan mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi. Disana akan terjadi penambahan nilai suatu barang (value added) yang akan meningkatkan produktifitas dan efesiensi.
Paparan diatas secara tidak langsung terjadi suatu roda perputaran ekonomi yang kecil. Perlu dibangun suatu pemerintahan untuk mengatur semua kegiatan tersebut. Kemudian dibangun perusahaan dan perindustrian yang merupakan inti dari suatu sistem ekonomi, selain itu juga untuk meningkatkan investasi baru dan penyerapan tenaga kerja. Namun suatu saat seiring berkembangnya penduduk, sumber daya alam akan habis sementara kebutuhan penduduk semakin meningkat yang akan mengakibatkan pencarian lahan baru sampai lahan kosong tersebut menjadi area industri yang maju.
Tetapi perlu diingat semakin berkembangnya teknologi, akan semakin sempit lahan yang dimiliki. Perlu di bangun suatu hutan lindung untuk para hewan dan tumbuhan untuk menjaga keseimbangan ekosistem agar tidak terjadi suatu bencana di kemudian hari.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah dengan strategi pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan Sumber daya alam yang baik, meskipun lahan kosong dimanfaatkan dengan cara yang berbeda-beda akan menghasilkan hasil yang baik pula.
Sumber : http://onlinebuku.com/2009/05/05/strategi-pembangunan-ekonomi-melalui-pemanfaatan-sumber-daya-alam/
Pemanfaatan lahan kosong yang memiliki berbagai macam sumber daya alam yang berlimpah baik biotik (Makhluk hidup, contohnya hewan dan tumbuhan) maupun abiotik (Benda mati, contohnya barang-barang tambang) dengan strategi dan perencanaan yang baik akan menghasilkan potensi ekonomi yang baik pula.
Pertama yang dilakukan adalah membuka lahan kosong yang dipergunakan sebagai pemukiman untuk tempat tinggal penduduk. Dari pemukiman tersebut, penduduk akan berusaha membuat, mencari dan mengelola kebutuhan pangan sendiri. Kemudian mulai berkembang pemanfaatan sumber daya alam yang menyusul munculnya lahan pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan pertambangan.
Pemanfaatan sumber daya alam menjadi lahan pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan pertambangan akan menghasilkan suatu produk. Dari pertanian akan menghasilkan barang-barang contohnya padi atau beras, perkebunan akan menghasilkan buah-buahan atau sayur mayur, dari perikanan akan menghasilkan berbagai macam ikan, peternakan akan menghasilkan daging, dari pertambangan akan menghasilkan macam-macam logam seperti emas, perak, dan tembaga. Dengan hasil produk penduduk, maka terbentuklah pasar sebagai pusat perdagangan di kawasan tersebut. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, dibangun sebuah pabrik untuk meningkatkan proses produksi dengan mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi. Disana akan terjadi penambahan nilai suatu barang (value added) yang akan meningkatkan produktifitas dan efesiensi.
Paparan diatas secara tidak langsung terjadi suatu roda perputaran ekonomi yang kecil. Perlu dibangun suatu pemerintahan untuk mengatur semua kegiatan tersebut. Kemudian dibangun perusahaan dan perindustrian yang merupakan inti dari suatu sistem ekonomi, selain itu juga untuk meningkatkan investasi baru dan penyerapan tenaga kerja. Namun suatu saat seiring berkembangnya penduduk, sumber daya alam akan habis sementara kebutuhan penduduk semakin meningkat yang akan mengakibatkan pencarian lahan baru sampai lahan kosong tersebut menjadi area industri yang maju.
Tetapi perlu diingat semakin berkembangnya teknologi, akan semakin sempit lahan yang dimiliki. Perlu di bangun suatu hutan lindung untuk para hewan dan tumbuhan untuk menjaga keseimbangan ekosistem agar tidak terjadi suatu bencana di kemudian hari.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah dengan strategi pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan Sumber daya alam yang baik, meskipun lahan kosong dimanfaatkan dengan cara yang berbeda-beda akan menghasilkan hasil yang baik pula.
Sumber : http://onlinebuku.com/2009/05/05/strategi-pembangunan-ekonomi-melalui-pemanfaatan-sumber-daya-alam/
KEBIJAKAN FISKAL
Ilmu Ekonomi, khususnya yang membahas terapannya kepada kebijakan-kebijakan publik yang memakai penerimaan pajak dan pengeluaran belanja negara sebagai instrumen kebijakan, sangat diperlukan oleh calon Sarjana Administrasi Fiskal tersebut. Pemahaman penerapan Ilmu Ekonomi atas Kebijakan Fiskal yang diperlukan oleh calon Sarjana Administrasi Fiskal itulah yang menjadi sasaran penerbitan buku ini. Namun demikian, buku ini dapat pula dipakai oleh masyarakat pada umumnya, khususnya pengamat masalah-masalah fiskal Indonesia.
Bab Pendahuluan membahas pengertian-pengertian Kebijakan Fiskal, baik menurut pengertian luas maupun pengertian sempit. Dalam membahas pengertian Kebijakan Fiskal dalam arti sempit, dilakukan pembahasan yang cukup mendalam tentang Sistem Perpajakan Indonesia yang sekarang berlaku. Juga diuraikan dengan singkat hubungan antara Kebijakan Fiskal pemerintah di bidang perpajakan dengan penghindaran pajak dan perencanaan pajak atau “tax planning” yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
Bab II membahas fungsi pemerintah dalam perekonomian nasional, seperti melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, meningkatkan keadilan berkenaan dengan pembagian pendapatan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, mengusahakan stabilitas ekonomi dan mengupayakan pertumbuhan ekonomi tanpa inflasi. Dalam bab ini juga dijelaskan hubungan antara sumber-sumber daya yang dimiliki dengan kemungkinan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan ekonominya, sesuai pula dengan kemampuan teknologi yang berhasil dikuasai. Bagaimana pula peranan Kebijakan Fiskal dalam hal itu?
Bab III membahas secara mendalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah melalui instrumen penerimaan pajak dan pengeluaran belanja negara. Setelah dibahas secara umum konsep-konsep berkenaan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah melalui pemakaian instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara, lalu dilakukan analisis pemakaian instrumen-instrumen tersebut selama Pemerintahan Orde Baru.
Bab IV membahas fungsi stabilitas dari Kebijakan Fiskal, yang tentu tidak dapat dipisahkan dari pembahasan ekonomi makro dengan “aggregate demand” dan “aggregate supply”-nya beserta berbagai variabel yang mempengaruhi kehidupan perekonomian.
Bab V membahas Kebijakan Fiskal Indonesia sehubungan dengan kerjasama perdagangan regional, yaitu harmonisasi pajak atas penghasilan dalam Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN.
Bab VI membahas hubungan perpajakan dengan krisis ekonomi yang dialami Indonesia dalam tahun-tahun 1997 dan 1998.
BabVII membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan pinjaman pemerintah baik dari masyarakat di dalam negeri, maupun pinjaman pemerintah dari pihak luar negeri.
Sumber : http://www.ortax.org/ortax/?mod=buku&page=show&id=21&q=&hlm=5
http://www.stpi-online.net
Bab Pendahuluan membahas pengertian-pengertian Kebijakan Fiskal, baik menurut pengertian luas maupun pengertian sempit. Dalam membahas pengertian Kebijakan Fiskal dalam arti sempit, dilakukan pembahasan yang cukup mendalam tentang Sistem Perpajakan Indonesia yang sekarang berlaku. Juga diuraikan dengan singkat hubungan antara Kebijakan Fiskal pemerintah di bidang perpajakan dengan penghindaran pajak dan perencanaan pajak atau “tax planning” yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
Bab II membahas fungsi pemerintah dalam perekonomian nasional, seperti melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, meningkatkan keadilan berkenaan dengan pembagian pendapatan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, mengusahakan stabilitas ekonomi dan mengupayakan pertumbuhan ekonomi tanpa inflasi. Dalam bab ini juga dijelaskan hubungan antara sumber-sumber daya yang dimiliki dengan kemungkinan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan ekonominya, sesuai pula dengan kemampuan teknologi yang berhasil dikuasai. Bagaimana pula peranan Kebijakan Fiskal dalam hal itu?
Bab III membahas secara mendalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah melalui instrumen penerimaan pajak dan pengeluaran belanja negara. Setelah dibahas secara umum konsep-konsep berkenaan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah melalui pemakaian instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara, lalu dilakukan analisis pemakaian instrumen-instrumen tersebut selama Pemerintahan Orde Baru.
Bab IV membahas fungsi stabilitas dari Kebijakan Fiskal, yang tentu tidak dapat dipisahkan dari pembahasan ekonomi makro dengan “aggregate demand” dan “aggregate supply”-nya beserta berbagai variabel yang mempengaruhi kehidupan perekonomian.
Bab V membahas Kebijakan Fiskal Indonesia sehubungan dengan kerjasama perdagangan regional, yaitu harmonisasi pajak atas penghasilan dalam Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN.
Bab VI membahas hubungan perpajakan dengan krisis ekonomi yang dialami Indonesia dalam tahun-tahun 1997 dan 1998.
BabVII membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan pinjaman pemerintah baik dari masyarakat di dalam negeri, maupun pinjaman pemerintah dari pihak luar negeri.
Sumber : http://www.ortax.org/ortax/?mod=buku&page=show&id=21&q=&hlm=5
http://www.stpi-online.net
Peran Kurs Valuta Asing Pada Perekonomian Indonesia
Setiap negara mempunyai mata uang yang berbeda-beda. Mata uang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran di negara lain dinamakan valuta asing. Misalnya Pak Andre ingin mengimpor alat-alat elektronik dari Singapura. Untuk membayar barang-barang yang diimpornya, Pak Andre harus menukarkan mata uang rupiahnya menjadi mata uang Singapura. Mata uang Singapura ini disebut valuta asing.
Apabila sesuatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar itu sebenarnya merupakan harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering disebut kurs (exchange rate). Misalnya US$1 sama dengan Rp9.200,00, berarti untuk mendapatkan satu dollar Amerika Serikat dibutuhkan Rp. 9.200,00. Kurs valuta asing seringkali mengalami perubahan, kadang menguat, namun terkadang juga melemah. Perubahan ini disebabkan karena permintaan dan penawaran mata uang asing. Sebagai contoh, pada tanggal 31 Maret 2008 nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar Rp9.200,00 (US$1 = Rp9.200,00). Pada tanggal 1 April 2008, besarnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat Rp9.203,00 (US$1 = Rp9.203,00). Berubahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menunjukkan bahwa harga dollar Amerika Serikat semakin tinggi sehingga dapat disebut dollar Amerika Serikat menguat. Bagaimana dengan kurs rupiah terhadap dollar? Kuatnya nilai dollar terhadap rupiah menyebabkan nilai rupiah menurun.
Sebab-sebab perubahan permintaan dan penawaran valuta asing diantaranya :
* Perubahan selera masyarakat terhadap komoditi luar negeri
Semakin banyak masyarakat Indonesia menyukai dan membutuhkan barang luar negeri, maka kebutuhan akan mata uang asing ($) akan semakin banyak pula untuk mendapatkan barang dari luar tersebut.
* Perubahan iklim investasi dan tingkat bunga
Perubahan iklim investasi yang semakin aman dan menarik dapat menyebabkan arus modal asing makin banyak yang masuk, yang berarti penawaran modal asing berupa dolar meningkat.
* Perubahan tingkat inflasi
Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan komoditi ekspor kita kurang dapat bersaing di pasaran dunia. Karena dengan adanya inflasi yang tinggi, harga ekspor akan terasa mahal. Akibatnya jarang yang mau membeli komoditi ekspor kita. Hal ini identik dengan menurunnya penawaran dollar untuk membeli ekspor kita tersebut.
* Iklim investasi
Prospek dan iklim investasi yang menarik (aman dan tingkat penghasilan yang tinggi) di Indonesia akan turut mempengaruhi banyak tidaknya penawaran dollar ke Indonesia. Semakin menarik maka nilai rupiah akan semakin tinggi (apresiasi).
Mata uang asing dapat diperjualbelikan. Tempat untuk jual beli valuta asing di bank devisa atau money changer. Penghitungan dalam jual beli valuta asing didasarkan pada kurs jual dan kurs beli. Kurs jual adalah kurs yang diberlakukan oleh bank apabila bank menjual mata uang asing. Adapun kurs beli adalah kurs yang diberlakukan oleh bank apabila membeli mata uang asing.
Apabila kita perhatikan di tempat-tempat penukaran valuta asing, harga kurs jual akan lebih tinggi dibandingkan kurs belinya. Mengapa demikian? Karena mereka ingin mendapatkan keuntungan. Keuntungan jual beli valuta asing dapat diperoleh dari selisih kurs jual dengan kurs beli.
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Perdagangan_Internasional_9.2_(BAB_7)
Apabila sesuatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar itu sebenarnya merupakan harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering disebut kurs (exchange rate). Misalnya US$1 sama dengan Rp9.200,00, berarti untuk mendapatkan satu dollar Amerika Serikat dibutuhkan Rp. 9.200,00. Kurs valuta asing seringkali mengalami perubahan, kadang menguat, namun terkadang juga melemah. Perubahan ini disebabkan karena permintaan dan penawaran mata uang asing. Sebagai contoh, pada tanggal 31 Maret 2008 nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar Rp9.200,00 (US$1 = Rp9.200,00). Pada tanggal 1 April 2008, besarnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat Rp9.203,00 (US$1 = Rp9.203,00). Berubahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menunjukkan bahwa harga dollar Amerika Serikat semakin tinggi sehingga dapat disebut dollar Amerika Serikat menguat. Bagaimana dengan kurs rupiah terhadap dollar? Kuatnya nilai dollar terhadap rupiah menyebabkan nilai rupiah menurun.
Sebab-sebab perubahan permintaan dan penawaran valuta asing diantaranya :
* Perubahan selera masyarakat terhadap komoditi luar negeri
Semakin banyak masyarakat Indonesia menyukai dan membutuhkan barang luar negeri, maka kebutuhan akan mata uang asing ($) akan semakin banyak pula untuk mendapatkan barang dari luar tersebut.
* Perubahan iklim investasi dan tingkat bunga
Perubahan iklim investasi yang semakin aman dan menarik dapat menyebabkan arus modal asing makin banyak yang masuk, yang berarti penawaran modal asing berupa dolar meningkat.
* Perubahan tingkat inflasi
Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan komoditi ekspor kita kurang dapat bersaing di pasaran dunia. Karena dengan adanya inflasi yang tinggi, harga ekspor akan terasa mahal. Akibatnya jarang yang mau membeli komoditi ekspor kita. Hal ini identik dengan menurunnya penawaran dollar untuk membeli ekspor kita tersebut.
* Iklim investasi
Prospek dan iklim investasi yang menarik (aman dan tingkat penghasilan yang tinggi) di Indonesia akan turut mempengaruhi banyak tidaknya penawaran dollar ke Indonesia. Semakin menarik maka nilai rupiah akan semakin tinggi (apresiasi).
Mata uang asing dapat diperjualbelikan. Tempat untuk jual beli valuta asing di bank devisa atau money changer. Penghitungan dalam jual beli valuta asing didasarkan pada kurs jual dan kurs beli. Kurs jual adalah kurs yang diberlakukan oleh bank apabila bank menjual mata uang asing. Adapun kurs beli adalah kurs yang diberlakukan oleh bank apabila membeli mata uang asing.
Apabila kita perhatikan di tempat-tempat penukaran valuta asing, harga kurs jual akan lebih tinggi dibandingkan kurs belinya. Mengapa demikian? Karena mereka ingin mendapatkan keuntungan. Keuntungan jual beli valuta asing dapat diperoleh dari selisih kurs jual dengan kurs beli.
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Perdagangan_Internasional_9.2_(BAB_7)
KONDISI GEOGRAFIS INDONESIA
Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah yang berada di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Letak dan banyaknya pulau di Indonesia akan menjadi kekuatan dan kesempatan. Kekuatan dan kesempatan itu bisa diperoleh jika pulau-pulau yang sebagian besar merupakan kepulauan yang subur dan kaya dapat diolah dengan baik dan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat banyak. Dengan kemampuan menggali dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada Indonesia akan banyak memiliki pilihan produk yang dapat dikembangkan sebagai komoditi perdagangan, baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar internasional. Dan dengan keindahan dan keanekaragaman budaya kepulauan tersebut dapat menjadi sumber penerimaan negara andalan melalui sektor industri pariwisata.
Selain kekuatan dan kesempatan Indonesia juga dapat memperoleh kelemahan dan ancaman di bidang ekonomi yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu masih banyaknya sebagian masyarakat Indonesia yang hanya menikmati sedikit kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Selain itu masih banyak pihak luar yang secara ilegal mengambil kekayaan alam Indonesia di berbagai kepulauan, yang secara geografis memang sulit untuk dilakukan pengawasan seperti biasa. Dengan demikian dituntut koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengamankan kepulauan Indonesia tersebut dan pihak-pihak yang tidak berhak mendapatkannya. Di pihak lain, banyak dan luasnya pulau menuntut suatu bentuk perencanaan dan strategi pembangunan yang cocok dengan keadaan geografis Indonesia tersebut. Strategi berwawasan ruang yang diterapkan pemerintah tampaknya sudah cukup tepat untuk mengatasi masalah ini.
Indonesia mempunyai iklim tropic basah yang dipengaruhi oleh angin monsoon barat dan monsun timur. Iklim yang dimiliki ini menyebabkan Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim yang demikian itu menyebabkan beberapa produk hasil bumi dan industri menjadi sangat spesifik sifatnya. Dengan demikian diperlukan usaha untuk memanfaatkan keunikan produk Indonesia tersebut untuk memenangkan persaingan di pasar lokal maupun dunia.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan tambang dan seperti telah sejarah buktikan, salah satu jenis tambang kita, yakni minyak bumi pernah menjadikan negara Indonesia memperoleh dana pembangunan yang sangat besar, sehingga pada saat itu target pertumbuhan ekonomi kita berani ditetapkan sebesar 7,5 % ( masa Repelita II ). Meskipun saat ini minyak bumi tidak lagi menjadi primadona dan andalan komoditi ekspor Indonesia, namun Indonesia masih banyak memiliki hasil tambang yang dapat menggantikan peran minyak bumi sebagai salah satu sumber devisa negara. Selain minyak bumi Indonesia juga memiliki hasil tambang lain seperti biji besi, timah, tembaga, batu bara, gas bumi dan lain-lain.
Wilayah Indonesia yang menempati posisi sangat strategis yaitu terletak diantara dua benua dan dua samudra dengan segala perkembangannya. Sejak sebelum kemerdekaan-pun Indonesia telah menjadi tempat singgah dan transaksi antar kedua benua dan benua-benua lainnya. Dengan letak yang sangat strategis tersebut kita harus dapat memanfaatkannya sehingga lalu lintas ekonomi yang terjadi membawa dampak positif bagi kebaikan perekonomian Indonesia. Hal yang perlu dilakukan tentunya mempersiapkan segala sesuatu, seperti sarana telekomunikasi, perdagangan, pelabuhan laut, udara, serta infrastruktur lainnya.
sumber : http://http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/peta-perekonomian-indonesia-keadaan-geografis-indonesia-2
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab3-peta_perekonomian_indonesia.pdf
Sabtu, 14 Mei 2011
MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT INDONESIA
Mata pencaharian penduduk yang memiliki corak sederhana biasanya sangat berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam. Contohnya pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sementara, mata pencaharian penduduk yang memiliki corak modern biasanya lebih mendekati sektor-sektor yang tidak terlalu berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa, transportasi, dan pariwisata. Selanjutnya kita akan mempelajari beberapa pola kegiatan ekonomi penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan.
1. Pertanian
Pertanian merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan. Masyarakat agraris mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Berdasarkan bentuknya, pertanian dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Persawahan
Persawahan merupakan pertanian tetap (tidak berpindah) yang menggunakan lahan basah yang diairi secara teratur. Tanaman yang biasanya ditanam pada persawahan adalah padi. Berdasarkan cara pengairannya, persawahan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.
1) Persawahan irigasi, yakni persawahan yang menggu-nakan sistem pengairan tetap dan teratur dengan membangun saluran pengairan yang mengambil sumber air dari sungai atau danau atau dikenal dengan istilah irigasi.
2) Persawahan lebak yaitu persawahan yang berada di kanan kiri sungai-sungai yang besar. Sistem pengairannya mengandalkan air sungai yang ada.
3) Persawahan tadah hujan, yakni persawahan yang sistem pengairannya mengandalkan air hujan atau tergantung pada curah hujan. Pada musim kemarau, biasanya lahan ditanami tanaman-tanaman palawija.
4) Persawahan pasang-surut, yakni persawahan yang sistem pengairannya memanfaatkan air muara atau rawa yang pasang. Oleh karena itu, persawahan ini biasanya ditemukan di kawasan pantai atau sungai besar yang landai dan memiliki lahan pasang surut.
b. Tegalan
Selain persawahan, usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dapat juga dilakukan dengan menggunakan lahan kering yang disebut dengan tegalan. Tegalan berlokasi pada lahan yang tetap, tidak berpindah-pindah. Tanaman-tanaman yang ditanam pada tegalan biasanya lebih beragam dibandingkan ladang.
c. Perladangan
Selain dilakukan secara menetap, pertanian juga bisa dilakukan secara berpindah-pindah yang disebut dengan perladangan. Perladangan merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dengan cara berpindah-pindah (nomaden) untuk mencari lahan-lahan kosong yang bertanah subur. Lahan yang digunakan dalam perladangan biasanya merupakan lahan kering. Selain berpindah-pindah, pertanian ladang juga belum mengenal sistem irigasi, pengolahan tanah, dan pemupukan. Perladangan biasanya dilakukan penduduk dengan cara membabat pepohonan pada lahan yang ada di hutan dan kemudian ditanami dengan tanaman-tanaman tertentu. Tanaman yang biasa ditanam di ladang antara lain tanamantanaman palawija, padi huma, umbi-umbian, dan lainnya.
Perladangan kurang baik bagi kelestarian hutan, bila berlangsung secara terus-menerus dapat membuat hutan menjadi gundul sehingga tanah mudah terkena erosi. Sistem pertanian ladang atau petani nomaden banyak dijumpai di daerah-daerah yang masih mempunyai kawasan hutan yang luas seperti Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
2. Perkebunan
Pernahkah kamu mengunjungi atau melihat perkebunan the atau kelapa sawit? Bagaimana luas perkebunan itu menurutmu? Tanaman yang ditanam pada perkebunan tidak terbatas pada tanaman pangan utama, namun juga berbagai jenis tanaman pangan tambahan semacam buah-buahan dan sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman yang diperlukan dalam industri juga biasanya ditanam di perkebunan, misalnya kapas, kelapa sawit, tembakau, dan sebagainya.
Perkebunan dapat dijalankan pada lahan yang sempit seperti pekarangan rumah maupun luas yang memerlukan modal besar.
3. Peternakan
Usaha pembudidayaan hewan-hewan darat yang diperlukan oleh manusia, baik untuk dikonsumsi, maupun untuk tujuan lainnya dinamakan peternakan. Faktor-faktor yang mendorong usaha peternakan di Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Mempunyai padang rumput yang luas.
b. Iklimnya cocok untuk persyaratan hidup ternak.
c. Memperluas lapangan kerja di bidang peternakan.
d. Dapat diambil bermacam-macam manfaat, seperti dimanfaatkan tenaganya, daging, kulit, susu, dan kotorannya untuk pupuk pertanian.
Peternakan biasanya merupakan mata pencaharian sampingan dari penduduk yang menjalankan usaha pertanian. Berdasarkan jenis hewan yang diternakkan, peternakan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni peternakan hewan besar, peternakan hewan kecil, dan peternakan hewan unggas.
a. Peternakan Hewan Besar
Peternakan jenis ini membudidayakan hewan-hewan bertubuh besar, seperti sapi, kuda, dan kerbau. Ternak hewan-hewan bertubuh besar diambil manfaatnya dalam bentuk susu, daging, kulit, dan tenaganya sebagai alat transportasi. Selain itu, kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk alamiah yang diperlukan dalam usaha pertanian dan perkebunan.
b. Peternakan Hewan Kecil
Peternakan hewan kecil membudidayakan hewan-hewan bertubuh kecil, seperti babi, kambing, domba, kelinci, dan lainnya. Manfaat beternak hewan-hewan kecil adalah untuk diambil susu, daging, dan kulitnya.
c. Peternakan Hewan Unggas
Ayam, bebek, angsa, itik, dan puyuh merupakan beberapa contoh hewan unggas yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Manfaat beternak hewan-hewan unggas adalah untuk diambil daging, telur, bulu, atau sebagai penghibur untuk dinikmati suara atau keindahannya.
4. Perikanan
Negara kita kaya akan potensi perikanan. Selain memiliki laut yang luas dan garis pantai yang panjang, Indonesia juga memiliki sumber air darat yang melimpah. Semua potensi tersebut dapat digunakan untuk mendukung sektor perikanan.
Berdasarkan jenis perairannya, usaha perikanan dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Perikanan Darat
Perikanan darat merupakan usaha pembudidayaan atau penangkapan ikan yang dilakukan di daratan. Pembudidayaan perikanan darat dapat dilakukan di tambak, keramba, kolam, empang, dan lainnya. Perikanan darat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Perikanan air payau, dilakukan di tepi-tepi pantai yang datar dalam bentuk tambak atau empang. Jenis ikan yang diusahakan adalah udang dan bandeng.
2) Perikanan air tawar, meliputi perikanan di sawah, kolam, danau, sungai, dan keramba. Jenis-jenis ikan yang diusahakan adalah ikan mas, nila, lele, gurami.
b. Perikanan Laut
Usaha pembudidayaan atau penangkapan hewan-hewan laut disebut dengan perikanan laut. Penangkapan hewan-hewan laut biasanya dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan pesisir. Nelayan biasanya menangkap hewan-hewan laut di kawasan laut-laut dangkal atau zona neritik. Secara tradisional, para nelayan biasanya menggunakan perahuperahu kecil. Penangkapan besar-besaran biasanya menggunakan perahu motor yang besar. Jenis peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan sangat beragam, misalnya pancing, jala, jaring, sero, dan lainnya. Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar, karena hampir 60% wilayah Indonesia merupakan perairan laut. Jenis ikan yang dihasilkan antara lain tongkol, cucut, biawak, dan tuna.
Pusat perikanan laut di Indonesia adalah:
1) Bagan Siapi-api (Riau) merupakan pelabuhan ikan terbesar di Indonesia.
2) Cilacap dan Tegal (Jawa Tengah)
3) Muncar (Banyuwangi, Jawa Timur)
4) Airtembaga (Sulawesi Utara).
Hasil penangkapan ikan, baik perikanan darat atau laut perlu diawetkan agar dapat bertahan lama. Cara-cara yang bisa dilakukan antara lain pendinginan, penggaraman, pemindangan, pengasapan, dan pengalengan.
5. Kehutanan
Lebih dari 50% kawasan darat di Indonesia adalah hutan. Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi beragam jenis pohon. Di kawasan hutan, biasanya tinggal berbagai jenis binatang yang menggantungkan kehidupannya pada hasil-hasil hutan. Sebagai negara yang berada di lintang khatulistiwa, Indonesia memiliki banyak hutan karena curah hujan yang tinggi.
Hutan di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut.
a. Berdasarkan Asalnya atau Terjadinya Hutan
1) Hutan alami, yaitu hutan yang tumbuh secara almiah. Contoh: hutan rimba.
2) Hutan buatan, yaitu hutan yang sengaja dibuat oleh manusia untuk diambil hasil kayunya untuk industri. Contoh: hutan karet dan hutan jati.
b. Berdasarkan Jenis Tanamannya
1) Hutan homogen, yaitu hutan yang hanya terdiri atas satu jenis tanaman saja. Contoh: hutan jati dan hutan pinus.
2) Hutan heterogen, yaitu hutan yang terdiri atas bermacammacam jenis tanaman, biasanya merupakan hutan alami.
c. Berdasarkan Fungsi atau Manfaatnya
1) Hutan produksi, yaitu hutan yang ditanam untuk dimanfaatkan kayunya, getahnya, dan sebagainya. Contoh hutan jati, hutan pinus, dan hutan karet.
2) Hutan lindung, yaitu hutan yang difungsikan untuk melindungi tanah dari erosi dan untuk konservasi hutan. Hutan ini banyak dijumpai di pegunungan atau lerenglereng bukit.
3) Hutan suaka, yaitu hutan yang difungsikan untuk melindungi jenis tumbuhan (cagar alam) dan jenis hewan tertentu (suaka margasatwa). Contoh: Kebun Raya Bogor dan Ujung Kulon (badak bercula satu).
4) Hutan wisata, yaitu hutan yang difungsikan untuk wisata dan rekreasi.
Secara umum fungsi dan manfaat hutan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi hidrologis yaitu dapat menyimpan cadangan air.
b. Fungsi ekonomis yaitu dapat diambil hasilnya untuk kegiatan produksi sehingga mendatangkan devisa bagi negara.
c. Fungsi klimatologis yaitu dapat mengatur cuaca atau iklim dan menyegarkan udara.
d. Fungsi orologis yaitu untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Oleh karena begitu pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan, maka kelestariannya perlu dijaga dari kerusakan, baik dari kebakaran hutan dan penebangan hutan secara liar (ilegal logging).
6. Pertambangan
Pertambangan dilakukan manusia dengan menggali, mengambil, dan mengolah sumber daya alam yang terdapat di perut bumi untuk memenuhi sebagian kebutuhan manusia. Kegiatan pertambangan tidak terbatas pada upaya penggalian dan pengambilan saja, namun juga meliputi upaya-upaya pengolahan sumber daya tersebut untuk dijadikan barang setengah jadi sebagai bahan dasar industri.
Secara garis besar barang tambang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Berdasarkan manfaat atau kegunaannya, barang tambang dapat dibedakan ke dalam tiga golongan.
1) Golongan A, yaitu barang tambang strategis dan penting untuk perekonomian negara. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam, bijih besi, tembaga, dan nikel.
2) Golongan B, yaitu barang tambang yang vital dan penting bagi kehidupan orang banyak atau penting untuk hajat hidup orang banyak. Contohnya emas, perak, belerang, fosfat, dan mangan.
3) Golongan C, yaitu barang tambang yang secara langsung digunakan untuk bahan keperluan industri. Contohnya batu gamping, kaolin, marmer, gips, dan batu apung.
b. Berdasarkan bentuknya, barang tambang dikelompokkan sebagai berikut.
1) Barang tambang berbentuk energi, yaitu barang tambang yang dapat menghasilkan tenaga atau energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam, dan uranium.
2) Barang tambang berbentuk mineral logam. Contohnya timah, tembaga, bijih besi, emas, perak, dan nikel.
3) Barang tambang berbentuk mineral bukan logam. Contohnya intan, belerang, gamping, marmer, pasir kwarsa, dan fosfat.
Selain dari pengelompokan di atas, barang tambang dapat dikelompokkan berdasarkan bahan asal pembentukannya yaitu mineral organik dan mineral anorganik. Mineral organik yaitu mineral yang berasal dari sisa makhluk hidup misalnya gas alam, minyak bumi, dan batubara. Mineral anorganik yaitu mineral yang berasal dari sisa-sisa bahan anorganik misalnya kaolin,
batu, pasir kwarsa, yodium. Adapun mineral logam bukan berasal dari organik ataupun anorganik.
Untuk mendapatkan barang tambang yang masih terdapat di alam perlu dilakukan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah eksplorasi yaitu melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pada suatu daerah yang diperkirakan mengandung barang tambang tertentu. Tahap selanjutnya adalah eksploitasi yaitu tahap pengambilan atau penambangan barang tambang di dalam bumi. Wilayah Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya alam. Namun begitu, belum semua potensi yang dimiliki telah dipergunakan secara maksimal.
7. Perindustrian
Perindustrian merupakan usaha manusia untuk mengubah bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi. Bidang perindustrian merupakan bidang pencaharian yang terus meningkat. Pemerintah Indonesia berupaya untuk terus mendorong bidang perindustrian agar lebih maju, sehingga dapat menampung banyak tenaga kerja. Berdasarkan besaran proses produksinya, industri dapat digolongkan menjadi industri kecil, industri menengah, dan industri besar.
a. Industri Kecil
Industri kecil merupakan kegiatan industri dalam skala terbatas. Jenis industri ini biasanya berbasis pada rumah tangga. Jumlah tenaga kerjanya pun terbatas dan teknologi yang digunakan dalam industri ini tidak terlalu kompleks. Contohnya antara lain rumah batik, pembuatan makanan ringan, pembuatan anyam-anyaman, dan sebagainya.
b. Industri Menengah
Industri menengah merupakan kegiatan industri yang tidak berbasis pada rumah tangga. Jumlah tenaga kerjanya lebih banyak dari industri kecil dan teknologi yang digunakan dalam industri ini sudah mulai melibatkan mesin-mesin dalam jumlah terbatas. Contohnya antara lain industri percetakan, konfeksi, dan penggergajian kayu.
c. Industri Besar
Industri besar kegiatannya dalam skala besar. Jenis industri ini memerlukan modal besar, dengan jumlah tenaga kerja sangat banyak, dan teknologi yang digunakan sangat kompleks yaitu melibatkan mesin-mesin berukuran besar dalam jumlah banyak. Contohindustri besar adalah pembuatan mobil, pesawat terbang, dan pengolahan besi.
8. Pariwisata
Pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan dengan tujuan rekreasi. Mata pencaharian di sektor pariwisata beragam jenisnya, antara lain berupa penjualan jasa sebagai pemandu (guide), penyedia penginapan (akomodasi), hingga agen perjalanan. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kawasan dan potensi pariwisata. Keindahan alam Indonesia sangat terkenal hingga ke berbagai negara. Namun, masih sedikit penduduk Indonesia yang bekerja di bidang pariwisata.
9. Transportasi dan Jasa
Jasa merupakan usaha manusia untuk membantu manusia lainnya dalam mencapai atau melaksanakan sesuatu. Sementara itu, transportasi merupakan kegiatan pemindahan barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pencaharian penduduk dalam bidang ini pun sangat beragam. Bidang jasa dan transportasi terutama menjadi pilihan pencaharian masyarakat perkotaan. Beberapa contohnya antara lain adalah pekerjaan sebagai penerjemah, penyewaan barang, pengemudi, pilot, masinis, dan sebagainya.
10.Perdagangan
Perdagangan dilakukan untuk menyalurkan dan memasarkan barang jadi dari produsen pada konsumen. Perdagangan diperlukan karena adanya perbedaan jumlah barang atau komoditi tertentu antara suatu kawasan dengan kawasan lain. Berdasarkan besaran dan jenis barang, perdagangan dapat dikelompokkan menjadi perdagangan kecil, perdagangan menengah, dan perdagangan besar. Perdagangan kecil, kegiatannya berupa penyaluran barang langsung kepada pembeli (eceran). Perdagangan menengah kegiatannya berupa penyaluran barang dari pedagang besar pada pedagang kecil sehingga tidak melibatkan konsumen. Perdagangan besar kegiatan melibatkan produsen barang atau pemilik barang dalam jumlah besar dengan para pedagang menengah.
Sumber :
Suprihartoyo dkk, 2009, Ilmu Pengetahuan Sosial 1 : untuk SMP dan MTs Kelas VII, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 263 – 271.
http://kre4tif.wordpress.com/2011/03/14/mata-pencaharian-masyarakat-indonesia/
1. Pertanian
Pertanian merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan. Masyarakat agraris mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Berdasarkan bentuknya, pertanian dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Persawahan
Persawahan merupakan pertanian tetap (tidak berpindah) yang menggunakan lahan basah yang diairi secara teratur. Tanaman yang biasanya ditanam pada persawahan adalah padi. Berdasarkan cara pengairannya, persawahan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.
1) Persawahan irigasi, yakni persawahan yang menggu-nakan sistem pengairan tetap dan teratur dengan membangun saluran pengairan yang mengambil sumber air dari sungai atau danau atau dikenal dengan istilah irigasi.
2) Persawahan lebak yaitu persawahan yang berada di kanan kiri sungai-sungai yang besar. Sistem pengairannya mengandalkan air sungai yang ada.
3) Persawahan tadah hujan, yakni persawahan yang sistem pengairannya mengandalkan air hujan atau tergantung pada curah hujan. Pada musim kemarau, biasanya lahan ditanami tanaman-tanaman palawija.
4) Persawahan pasang-surut, yakni persawahan yang sistem pengairannya memanfaatkan air muara atau rawa yang pasang. Oleh karena itu, persawahan ini biasanya ditemukan di kawasan pantai atau sungai besar yang landai dan memiliki lahan pasang surut.
b. Tegalan
Selain persawahan, usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dapat juga dilakukan dengan menggunakan lahan kering yang disebut dengan tegalan. Tegalan berlokasi pada lahan yang tetap, tidak berpindah-pindah. Tanaman-tanaman yang ditanam pada tegalan biasanya lebih beragam dibandingkan ladang.
c. Perladangan
Selain dilakukan secara menetap, pertanian juga bisa dilakukan secara berpindah-pindah yang disebut dengan perladangan. Perladangan merupakan usaha pengolahan tanah untuk pembudidayaan tanaman pangan dengan cara berpindah-pindah (nomaden) untuk mencari lahan-lahan kosong yang bertanah subur. Lahan yang digunakan dalam perladangan biasanya merupakan lahan kering. Selain berpindah-pindah, pertanian ladang juga belum mengenal sistem irigasi, pengolahan tanah, dan pemupukan. Perladangan biasanya dilakukan penduduk dengan cara membabat pepohonan pada lahan yang ada di hutan dan kemudian ditanami dengan tanaman-tanaman tertentu. Tanaman yang biasa ditanam di ladang antara lain tanamantanaman palawija, padi huma, umbi-umbian, dan lainnya.
Perladangan kurang baik bagi kelestarian hutan, bila berlangsung secara terus-menerus dapat membuat hutan menjadi gundul sehingga tanah mudah terkena erosi. Sistem pertanian ladang atau petani nomaden banyak dijumpai di daerah-daerah yang masih mempunyai kawasan hutan yang luas seperti Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
2. Perkebunan
Pernahkah kamu mengunjungi atau melihat perkebunan the atau kelapa sawit? Bagaimana luas perkebunan itu menurutmu? Tanaman yang ditanam pada perkebunan tidak terbatas pada tanaman pangan utama, namun juga berbagai jenis tanaman pangan tambahan semacam buah-buahan dan sayur-sayuran. Beberapa jenis tanaman yang diperlukan dalam industri juga biasanya ditanam di perkebunan, misalnya kapas, kelapa sawit, tembakau, dan sebagainya.
Perkebunan dapat dijalankan pada lahan yang sempit seperti pekarangan rumah maupun luas yang memerlukan modal besar.
3. Peternakan
Usaha pembudidayaan hewan-hewan darat yang diperlukan oleh manusia, baik untuk dikonsumsi, maupun untuk tujuan lainnya dinamakan peternakan. Faktor-faktor yang mendorong usaha peternakan di Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Mempunyai padang rumput yang luas.
b. Iklimnya cocok untuk persyaratan hidup ternak.
c. Memperluas lapangan kerja di bidang peternakan.
d. Dapat diambil bermacam-macam manfaat, seperti dimanfaatkan tenaganya, daging, kulit, susu, dan kotorannya untuk pupuk pertanian.
Peternakan biasanya merupakan mata pencaharian sampingan dari penduduk yang menjalankan usaha pertanian. Berdasarkan jenis hewan yang diternakkan, peternakan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yakni peternakan hewan besar, peternakan hewan kecil, dan peternakan hewan unggas.
a. Peternakan Hewan Besar
Peternakan jenis ini membudidayakan hewan-hewan bertubuh besar, seperti sapi, kuda, dan kerbau. Ternak hewan-hewan bertubuh besar diambil manfaatnya dalam bentuk susu, daging, kulit, dan tenaganya sebagai alat transportasi. Selain itu, kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk alamiah yang diperlukan dalam usaha pertanian dan perkebunan.
b. Peternakan Hewan Kecil
Peternakan hewan kecil membudidayakan hewan-hewan bertubuh kecil, seperti babi, kambing, domba, kelinci, dan lainnya. Manfaat beternak hewan-hewan kecil adalah untuk diambil susu, daging, dan kulitnya.
c. Peternakan Hewan Unggas
Ayam, bebek, angsa, itik, dan puyuh merupakan beberapa contoh hewan unggas yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Manfaat beternak hewan-hewan unggas adalah untuk diambil daging, telur, bulu, atau sebagai penghibur untuk dinikmati suara atau keindahannya.
4. Perikanan
Negara kita kaya akan potensi perikanan. Selain memiliki laut yang luas dan garis pantai yang panjang, Indonesia juga memiliki sumber air darat yang melimpah. Semua potensi tersebut dapat digunakan untuk mendukung sektor perikanan.
Berdasarkan jenis perairannya, usaha perikanan dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Perikanan Darat
Perikanan darat merupakan usaha pembudidayaan atau penangkapan ikan yang dilakukan di daratan. Pembudidayaan perikanan darat dapat dilakukan di tambak, keramba, kolam, empang, dan lainnya. Perikanan darat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Perikanan air payau, dilakukan di tepi-tepi pantai yang datar dalam bentuk tambak atau empang. Jenis ikan yang diusahakan adalah udang dan bandeng.
2) Perikanan air tawar, meliputi perikanan di sawah, kolam, danau, sungai, dan keramba. Jenis-jenis ikan yang diusahakan adalah ikan mas, nila, lele, gurami.
b. Perikanan Laut
Usaha pembudidayaan atau penangkapan hewan-hewan laut disebut dengan perikanan laut. Penangkapan hewan-hewan laut biasanya dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan pesisir. Nelayan biasanya menangkap hewan-hewan laut di kawasan laut-laut dangkal atau zona neritik. Secara tradisional, para nelayan biasanya menggunakan perahuperahu kecil. Penangkapan besar-besaran biasanya menggunakan perahu motor yang besar. Jenis peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan sangat beragam, misalnya pancing, jala, jaring, sero, dan lainnya. Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar, karena hampir 60% wilayah Indonesia merupakan perairan laut. Jenis ikan yang dihasilkan antara lain tongkol, cucut, biawak, dan tuna.
Pusat perikanan laut di Indonesia adalah:
1) Bagan Siapi-api (Riau) merupakan pelabuhan ikan terbesar di Indonesia.
2) Cilacap dan Tegal (Jawa Tengah)
3) Muncar (Banyuwangi, Jawa Timur)
4) Airtembaga (Sulawesi Utara).
Hasil penangkapan ikan, baik perikanan darat atau laut perlu diawetkan agar dapat bertahan lama. Cara-cara yang bisa dilakukan antara lain pendinginan, penggaraman, pemindangan, pengasapan, dan pengalengan.
5. Kehutanan
Lebih dari 50% kawasan darat di Indonesia adalah hutan. Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi beragam jenis pohon. Di kawasan hutan, biasanya tinggal berbagai jenis binatang yang menggantungkan kehidupannya pada hasil-hasil hutan. Sebagai negara yang berada di lintang khatulistiwa, Indonesia memiliki banyak hutan karena curah hujan yang tinggi.
Hutan di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut.
a. Berdasarkan Asalnya atau Terjadinya Hutan
1) Hutan alami, yaitu hutan yang tumbuh secara almiah. Contoh: hutan rimba.
2) Hutan buatan, yaitu hutan yang sengaja dibuat oleh manusia untuk diambil hasil kayunya untuk industri. Contoh: hutan karet dan hutan jati.
b. Berdasarkan Jenis Tanamannya
1) Hutan homogen, yaitu hutan yang hanya terdiri atas satu jenis tanaman saja. Contoh: hutan jati dan hutan pinus.
2) Hutan heterogen, yaitu hutan yang terdiri atas bermacammacam jenis tanaman, biasanya merupakan hutan alami.
c. Berdasarkan Fungsi atau Manfaatnya
1) Hutan produksi, yaitu hutan yang ditanam untuk dimanfaatkan kayunya, getahnya, dan sebagainya. Contoh hutan jati, hutan pinus, dan hutan karet.
2) Hutan lindung, yaitu hutan yang difungsikan untuk melindungi tanah dari erosi dan untuk konservasi hutan. Hutan ini banyak dijumpai di pegunungan atau lerenglereng bukit.
3) Hutan suaka, yaitu hutan yang difungsikan untuk melindungi jenis tumbuhan (cagar alam) dan jenis hewan tertentu (suaka margasatwa). Contoh: Kebun Raya Bogor dan Ujung Kulon (badak bercula satu).
4) Hutan wisata, yaitu hutan yang difungsikan untuk wisata dan rekreasi.
Secara umum fungsi dan manfaat hutan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi hidrologis yaitu dapat menyimpan cadangan air.
b. Fungsi ekonomis yaitu dapat diambil hasilnya untuk kegiatan produksi sehingga mendatangkan devisa bagi negara.
c. Fungsi klimatologis yaitu dapat mengatur cuaca atau iklim dan menyegarkan udara.
d. Fungsi orologis yaitu untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Oleh karena begitu pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan, maka kelestariannya perlu dijaga dari kerusakan, baik dari kebakaran hutan dan penebangan hutan secara liar (ilegal logging).
6. Pertambangan
Pertambangan dilakukan manusia dengan menggali, mengambil, dan mengolah sumber daya alam yang terdapat di perut bumi untuk memenuhi sebagian kebutuhan manusia. Kegiatan pertambangan tidak terbatas pada upaya penggalian dan pengambilan saja, namun juga meliputi upaya-upaya pengolahan sumber daya tersebut untuk dijadikan barang setengah jadi sebagai bahan dasar industri.
Secara garis besar barang tambang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Berdasarkan manfaat atau kegunaannya, barang tambang dapat dibedakan ke dalam tiga golongan.
1) Golongan A, yaitu barang tambang strategis dan penting untuk perekonomian negara. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam, bijih besi, tembaga, dan nikel.
2) Golongan B, yaitu barang tambang yang vital dan penting bagi kehidupan orang banyak atau penting untuk hajat hidup orang banyak. Contohnya emas, perak, belerang, fosfat, dan mangan.
3) Golongan C, yaitu barang tambang yang secara langsung digunakan untuk bahan keperluan industri. Contohnya batu gamping, kaolin, marmer, gips, dan batu apung.
b. Berdasarkan bentuknya, barang tambang dikelompokkan sebagai berikut.
1) Barang tambang berbentuk energi, yaitu barang tambang yang dapat menghasilkan tenaga atau energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam, dan uranium.
2) Barang tambang berbentuk mineral logam. Contohnya timah, tembaga, bijih besi, emas, perak, dan nikel.
3) Barang tambang berbentuk mineral bukan logam. Contohnya intan, belerang, gamping, marmer, pasir kwarsa, dan fosfat.
Selain dari pengelompokan di atas, barang tambang dapat dikelompokkan berdasarkan bahan asal pembentukannya yaitu mineral organik dan mineral anorganik. Mineral organik yaitu mineral yang berasal dari sisa makhluk hidup misalnya gas alam, minyak bumi, dan batubara. Mineral anorganik yaitu mineral yang berasal dari sisa-sisa bahan anorganik misalnya kaolin,
batu, pasir kwarsa, yodium. Adapun mineral logam bukan berasal dari organik ataupun anorganik.
Untuk mendapatkan barang tambang yang masih terdapat di alam perlu dilakukan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah eksplorasi yaitu melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pada suatu daerah yang diperkirakan mengandung barang tambang tertentu. Tahap selanjutnya adalah eksploitasi yaitu tahap pengambilan atau penambangan barang tambang di dalam bumi. Wilayah Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya alam. Namun begitu, belum semua potensi yang dimiliki telah dipergunakan secara maksimal.
7. Perindustrian
Perindustrian merupakan usaha manusia untuk mengubah bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi. Bidang perindustrian merupakan bidang pencaharian yang terus meningkat. Pemerintah Indonesia berupaya untuk terus mendorong bidang perindustrian agar lebih maju, sehingga dapat menampung banyak tenaga kerja. Berdasarkan besaran proses produksinya, industri dapat digolongkan menjadi industri kecil, industri menengah, dan industri besar.
a. Industri Kecil
Industri kecil merupakan kegiatan industri dalam skala terbatas. Jenis industri ini biasanya berbasis pada rumah tangga. Jumlah tenaga kerjanya pun terbatas dan teknologi yang digunakan dalam industri ini tidak terlalu kompleks. Contohnya antara lain rumah batik, pembuatan makanan ringan, pembuatan anyam-anyaman, dan sebagainya.
b. Industri Menengah
Industri menengah merupakan kegiatan industri yang tidak berbasis pada rumah tangga. Jumlah tenaga kerjanya lebih banyak dari industri kecil dan teknologi yang digunakan dalam industri ini sudah mulai melibatkan mesin-mesin dalam jumlah terbatas. Contohnya antara lain industri percetakan, konfeksi, dan penggergajian kayu.
c. Industri Besar
Industri besar kegiatannya dalam skala besar. Jenis industri ini memerlukan modal besar, dengan jumlah tenaga kerja sangat banyak, dan teknologi yang digunakan sangat kompleks yaitu melibatkan mesin-mesin berukuran besar dalam jumlah banyak. Contohindustri besar adalah pembuatan mobil, pesawat terbang, dan pengolahan besi.
8. Pariwisata
Pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan dengan tujuan rekreasi. Mata pencaharian di sektor pariwisata beragam jenisnya, antara lain berupa penjualan jasa sebagai pemandu (guide), penyedia penginapan (akomodasi), hingga agen perjalanan. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kawasan dan potensi pariwisata. Keindahan alam Indonesia sangat terkenal hingga ke berbagai negara. Namun, masih sedikit penduduk Indonesia yang bekerja di bidang pariwisata.
9. Transportasi dan Jasa
Jasa merupakan usaha manusia untuk membantu manusia lainnya dalam mencapai atau melaksanakan sesuatu. Sementara itu, transportasi merupakan kegiatan pemindahan barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pencaharian penduduk dalam bidang ini pun sangat beragam. Bidang jasa dan transportasi terutama menjadi pilihan pencaharian masyarakat perkotaan. Beberapa contohnya antara lain adalah pekerjaan sebagai penerjemah, penyewaan barang, pengemudi, pilot, masinis, dan sebagainya.
10.Perdagangan
Perdagangan dilakukan untuk menyalurkan dan memasarkan barang jadi dari produsen pada konsumen. Perdagangan diperlukan karena adanya perbedaan jumlah barang atau komoditi tertentu antara suatu kawasan dengan kawasan lain. Berdasarkan besaran dan jenis barang, perdagangan dapat dikelompokkan menjadi perdagangan kecil, perdagangan menengah, dan perdagangan besar. Perdagangan kecil, kegiatannya berupa penyaluran barang langsung kepada pembeli (eceran). Perdagangan menengah kegiatannya berupa penyaluran barang dari pedagang besar pada pedagang kecil sehingga tidak melibatkan konsumen. Perdagangan besar kegiatan melibatkan produsen barang atau pemilik barang dalam jumlah besar dengan para pedagang menengah.
Sumber :
Suprihartoyo dkk, 2009, Ilmu Pengetahuan Sosial 1 : untuk SMP dan MTs Kelas VII, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 263 – 271.
http://kre4tif.wordpress.com/2011/03/14/mata-pencaharian-masyarakat-indonesia/
INFLASI INDONESIA
Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, termasuk
Indonesia, telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian
nasional. Krisis moneter menyebabkan terjadinya imported inflation
sebagai akibat dari terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing, yang selanjutnya mengakibatkan tekanan
inflasi yang berat bagi Indonesia.
Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan
merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara
situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara
yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih
pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya
hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian negara. Dengan
demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup
dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja,
yang umumnya bersifat jangka pendek, tetapi juga dengan melakukan
pembenahan di sektor riil, yaitu dengan target utama mengeliminasi
hambatan-hambatan struktural yang ada dalam perekonomian nasional.Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya,
fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit” ekonomi
makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang
akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan
dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung
kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat
golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin
berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang
menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi
cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998), dan
diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin.
Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasukdalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat
ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat
dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari
hyperinflation.
Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara berkembang,
inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary
policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih
besar dari pada demand pull inflation.
Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil
booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang
beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang
bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan
antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sektor
pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan
moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia
lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi,
misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu
diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi
dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah
maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki
structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat
utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat
menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik
jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang
selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga
komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibatdari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang
asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih
dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak
memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy
yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk
menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan
tingkat harga umum.
Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga
SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif
untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga
kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation
karena adanya interest rate-price spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito)
perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi
atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan
dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi
nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread
pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada
sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter).
Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu
menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur
perekonomian nasional akan rusak.
Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi
bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi juga dengan
memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya
mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada.
Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian
Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya
pembenahan
Indonesia, telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian
nasional. Krisis moneter menyebabkan terjadinya imported inflation
sebagai akibat dari terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing, yang selanjutnya mengakibatkan tekanan
inflasi yang berat bagi Indonesia.
Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan
merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara
situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara
yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih
pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya
hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian negara. Dengan
demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup
dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja,
yang umumnya bersifat jangka pendek, tetapi juga dengan melakukan
pembenahan di sektor riil, yaitu dengan target utama mengeliminasi
hambatan-hambatan struktural yang ada dalam perekonomian nasional.Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya,
fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai “penyakit” ekonomi
makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang
akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi tahunan
dapat ditekan sampai pada single digit, tetapi secara umum masih mengandung
kerawanan jika dilihat dari seberapa besar prosentase kelompok masyarakat
golongan miskin yang menderita akibat inflasi. Lebih-lebih setelah semakin
berlanjutnya krisis moneter yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi, yang
menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru, angka inflasi
cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari 75 % pada tahun 1998), dan
diperparah dengan semakin besarnya presentase golongan masyarakat miskin.
Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi di Indonesia termasukdalam katagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase golongan masyarakat
ekonomi bawah yang menderita akibat inflasi cukup besar, maka sebenarnya dapat
dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari
hyperinflation.
Sebagaimana halnya yang umum terjadi pada negara – negara berkembang,
inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
struktural ekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary
policies. Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh push inflation lebih
besar dari pada demand pull inflation.
Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat terjadinya oil
booming, tekanan inflasi di Indonesia disebabkan meningkatnya jumlah uang
beredar. Tetapi hal tersebut tidak dapat mengabaikan adanya pengaruh yang
bersifat struktural ekonomi, sebab pada periode tersebut, masih terjadi kesenjangan
antara penawaran agregat dengan permintaan agregat, contohnya di sub sektor
pertanian, yang dapat meningkatkan derajat inflasi.
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan
moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia
lebih senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi,
misalnya dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu
diingat, bahwa pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi
dalam jangka pendek, dan sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah
maju perekonomiannya, bukan pada negara berkembang yang masih memiliki
structural bottleneck. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat
utama dalam mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat
menyelesaikan problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik
jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang
selanjutnya menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga
komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibatdari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan mata uang
asing lainnya. Akibatnya, untuk mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih
dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak
memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy
yang diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk
menginvestasikan modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan
tingkat harga umum.
Tight money policy yang dilakukan dengan cara menaikkan tingkat suku bunga
SBI (melalui open market mechanism) sangat tinggi, pada satu sisi akan efektif
untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan meningkatkan suku bunga
kredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan timbulnya cost push inflation
karena adanya interest rate-price spiral. Apabila tingkat suku bunga (deposito)
perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana produktif (dana untuk berproduksi
atau berusaha) yang ada di masyarakat ikut terserap ke perbankan, maka akan
dapat menyebabkan timbulnya stagnasi atau bahkan penurunan output produksi
nasional (disebut dengan Cavallo effect). Lebih lagi bila sampai terjadi negatif spread
pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja menimbulkan kerusakan pada
sektor riil, tetapi juga kerusakan pada industri perbankan nasional (sektor moneter).
Jika kebijaksanaan ini terus dilakukan oleh pemerintah dalam jangka waktu
menengah atau panjang, maka akan terjadi depresi ekonomi, akibatnya struktur
perekonomian nasional akan rusak.
Jika demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi
bukan hanya dilakukan melalui konsep kaum moneterist saja, tetapi juga dengan
memperhatikan cara pandang kaum structuralist, yang lebih memandang perlunya
mengatasi hambatan-hambatan struktural yang ada.
Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan perekonomian
Indonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya
pembenahan
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENAIKAN HARGA BBM
Keputusan Pemerintah Indonesia untuk mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM telah menimbulkan berbagai kontroversi dalam masyarakat. Di satu sisi, kenaikan harga minyak dunia memaksa Indonesia untuk menyesuaikan kebijakan harga BBM dalam jangka pendek, agar tidak membebani APBN. Namun di sisi lain, masyarakat mengkhawatirkan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari mereka. Pengalaman pada kenaikan BBM tahun-tahun yang lalu menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM selalu diikuti dengan kenaikan harga barang-barang secara umum (inflasi) dan penurunan pendapatan riil masyarakat. Untuk itu, diperlukan kebijakan-kebijakan lain dari Pemerintah untuk mengatasi kerawanan kondisi perekonomian dunia saat ini.
LATAR BELAKANG KENAIKAN HARGA BBM
Pada tahun 2008 ini, Indonesia menghadapi ancaman krisis energi, krisis pangan, dan kenaikan harga BBM. Ancaman-ancaman tersebut muncul dari kenaikan harga minyak dan komoditi primer dunia serta adanya ancaman resesi global.
Sejak Januari sampai Oktober 2007, harga minyak tidak pernah mengalami penurunan dalam pergerakan bulanan. Bahkan, bila dibanding harga pada 2000 yang masih USD27/barel, harga minyak dunia pada 7 Juni 2008 sudah mencapai $ 138,54 per barel.
Kenaikan harga minyak dapat diterangkan karena beberapa faktor. Pertama adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Pada kuartal ketiga 2007, total suplai minyak dunia diperkirakan mencapai 85,57 juta barel per hari (bph), dengan kontribusi produksi minyak mentah negara anggota OPEC sebesar 30,48 juta bph atau sekitar 36%. Produksi minyak nonanggota negara OPEC, yang mencapai 54,23 juta bph, ternyata jauh melebihi produksi negara OPEC. OPEC hanya bertindak sebagai swing oil producer of the world, artinya hanya memproduksi untuk menutup kesenjangan antara permintaan minyak dunia dan produksi minyak non-OPEC. Dengan demikian, OPEC bisa mengendalikan harga di satu sisi,tapi menimbulkan idle capacity di sisi lain. Bila produksi minyak negara-negara maju (OECD) meningkat, biasanya OPEC menurunkan produksi minyaknya, dan sebaliknya. Dengan ”kelangkaan yang disengaja” ini, harga minyak sulit turun. Kedua, banyak yang menuding pemicu kenaikan minyak global adalah ketegangan di perbatasan Turki dan Irak karena kebijakan Turki yang akan menggunakan seluruh kekuatan militernya guna menghadapi separatis Kurdi di Irak. Selain itu, laju konsumsi di China dan India yang terus meroket dan melemahnya dolar AS ikut memicu kenaikan harga. (Kuncoro, 2007)
Dengan kenaikan harga minyak, seharusnya Indonesia juga ikut mendulang keuntungan seperti yang dialami oleh negara-negara penghasil minyak lain. Akan tetapi, APBN Indonesia justru terbebani semakin berat. Masalahnya, produksi minyak Indonesia hanya mencapai 838.000-895.000 bph selama 2006-2007. Padahal pada tahun 2001, produksi minyak mencapai 1,2 juta barel per hari. Kontribusi produk minyak Indonesia yang terus mengalami tren menurun ini tidak diimbangi dengan penurunan konsumsi BBM dalam negri. Konsumsi BBM dalam negri tetap saja meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi energi Indonesia secara agregat jauh diatas Jepang, Thailand, Jerman, dan negara-negara OECD. Akibatnya, sejak tahun 2000, Indonesia menjadi nett importer minyak. Indonesia mengekspor minyak mentah dan mengimpor BBM.
Selain itu, produksi minyak di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Selama tiga tahun terakhir, Chevron Pacific Indonesia merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia, dan menguasai 44% dari total produksi minyak Indonesia. Sedangkan Pertamina hanya duduk di peringkat kedua dengan pangsa produksi hanya 12%.
Di sisi lain, harga barang-barang komoditas primer juga naik sejak waktu yang kira-kira sama dengan kenaikan harga minyak. Harga komoditas primer seperti tembaga, kedelai, gandum, kapas, kopi, cokelat, dan makanan ternak mengalami kenaikan dua kali lipat pada bulan Oktober 2007. Lebih lanjut, kenaikan harga minyak berkorelasi positif dengan kenaikan harga komoditas pangan. Kemudian, inflasi muncul sebagai akibat kenaikan harga minyak dan bahan pangan, ditambah ekspektasi akan inflasi.
Sementara itu, negara-negara tetangga Indonesia telah melakukan penyesuaian harga BBM dan harga BBM Indonesia (sebelum pengurangan subsidi) tergolong yang paling rendah, sehingga perbedaan harga minyak di dalam negeri dan harga minyak internasional melebar. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi BBM makin tidak terkendali. Berdasarkan makalah yang disampaikan perwakilan Bank Indonesia Semarang, konsumsi BBM pada bulan April 2008 meningkat cukup tajam, terutama untuk jenis premium dan solar.
Dengan demikian, tanpa kebijakan, subsidi energi dalam APBN 2008 membengkak dan tidak dapat dibiayai, serta menambah beban di tahun 2009. Karena alokasi subsidi BBM maksimal yang diperkenankan dalam APBN-P 2008 adalah Rp 135,1 triliun (UU No.16 Tahun 2008 tentang APBN-P 2008 pasal 7), dan tanpa kebijakan, defisit APBN yang tidak terbiayai akan mencapai Rp 35,6 triliun pada 2008 dan pada 2009 akan mencapai Rp 69,5 triliun. (Bank Indonesia-Semarang Regional Office, 2008)
Kebijakan menaikkan harga BBM (mengurangi subsidi BBM) perlu dilakukan untuk mengatasi krisis energi dan kenaikan harga minyak dunia. Sedangkan dampak kenaikan harga BBM itu sendiri terutama akan dialami oleh rakyat dari golongan ekonomi menengah kebawah, baik dampak negatifnya seperti PHK dan penurunan pendapatan riil, maupun pemberian kompensasi kenaikan harga BBM berupa BLT dan bentuk-bentuk lainnya. Kenaikan harga BBM juga akan memicu terjadinya inflasi, yang mana berusaha diimbangi oleh BI dengan meningkatkan BI rate. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa kenaikan harga BBM ini merupakan kebijakan jangka pendek, yang harus diikuti dengan kebijakan-kebijakan lainnya guna menghadapi tantangan krisis energi dan krisis pangan yang dihadapi Indonesia
sumber
http://www.bbc.co.uk/indonesian
www.mudrajad.com
LATAR BELAKANG KENAIKAN HARGA BBM
Pada tahun 2008 ini, Indonesia menghadapi ancaman krisis energi, krisis pangan, dan kenaikan harga BBM. Ancaman-ancaman tersebut muncul dari kenaikan harga minyak dan komoditi primer dunia serta adanya ancaman resesi global.
Sejak Januari sampai Oktober 2007, harga minyak tidak pernah mengalami penurunan dalam pergerakan bulanan. Bahkan, bila dibanding harga pada 2000 yang masih USD27/barel, harga minyak dunia pada 7 Juni 2008 sudah mencapai $ 138,54 per barel.
Kenaikan harga minyak dapat diterangkan karena beberapa faktor. Pertama adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Pada kuartal ketiga 2007, total suplai minyak dunia diperkirakan mencapai 85,57 juta barel per hari (bph), dengan kontribusi produksi minyak mentah negara anggota OPEC sebesar 30,48 juta bph atau sekitar 36%. Produksi minyak nonanggota negara OPEC, yang mencapai 54,23 juta bph, ternyata jauh melebihi produksi negara OPEC. OPEC hanya bertindak sebagai swing oil producer of the world, artinya hanya memproduksi untuk menutup kesenjangan antara permintaan minyak dunia dan produksi minyak non-OPEC. Dengan demikian, OPEC bisa mengendalikan harga di satu sisi,tapi menimbulkan idle capacity di sisi lain. Bila produksi minyak negara-negara maju (OECD) meningkat, biasanya OPEC menurunkan produksi minyaknya, dan sebaliknya. Dengan ”kelangkaan yang disengaja” ini, harga minyak sulit turun. Kedua, banyak yang menuding pemicu kenaikan minyak global adalah ketegangan di perbatasan Turki dan Irak karena kebijakan Turki yang akan menggunakan seluruh kekuatan militernya guna menghadapi separatis Kurdi di Irak. Selain itu, laju konsumsi di China dan India yang terus meroket dan melemahnya dolar AS ikut memicu kenaikan harga. (Kuncoro, 2007)
Dengan kenaikan harga minyak, seharusnya Indonesia juga ikut mendulang keuntungan seperti yang dialami oleh negara-negara penghasil minyak lain. Akan tetapi, APBN Indonesia justru terbebani semakin berat. Masalahnya, produksi minyak Indonesia hanya mencapai 838.000-895.000 bph selama 2006-2007. Padahal pada tahun 2001, produksi minyak mencapai 1,2 juta barel per hari. Kontribusi produk minyak Indonesia yang terus mengalami tren menurun ini tidak diimbangi dengan penurunan konsumsi BBM dalam negri. Konsumsi BBM dalam negri tetap saja meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi energi Indonesia secara agregat jauh diatas Jepang, Thailand, Jerman, dan negara-negara OECD. Akibatnya, sejak tahun 2000, Indonesia menjadi nett importer minyak. Indonesia mengekspor minyak mentah dan mengimpor BBM.
Selain itu, produksi minyak di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Selama tiga tahun terakhir, Chevron Pacific Indonesia merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia, dan menguasai 44% dari total produksi minyak Indonesia. Sedangkan Pertamina hanya duduk di peringkat kedua dengan pangsa produksi hanya 12%.
Di sisi lain, harga barang-barang komoditas primer juga naik sejak waktu yang kira-kira sama dengan kenaikan harga minyak. Harga komoditas primer seperti tembaga, kedelai, gandum, kapas, kopi, cokelat, dan makanan ternak mengalami kenaikan dua kali lipat pada bulan Oktober 2007. Lebih lanjut, kenaikan harga minyak berkorelasi positif dengan kenaikan harga komoditas pangan. Kemudian, inflasi muncul sebagai akibat kenaikan harga minyak dan bahan pangan, ditambah ekspektasi akan inflasi.
Sementara itu, negara-negara tetangga Indonesia telah melakukan penyesuaian harga BBM dan harga BBM Indonesia (sebelum pengurangan subsidi) tergolong yang paling rendah, sehingga perbedaan harga minyak di dalam negeri dan harga minyak internasional melebar. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi BBM makin tidak terkendali. Berdasarkan makalah yang disampaikan perwakilan Bank Indonesia Semarang, konsumsi BBM pada bulan April 2008 meningkat cukup tajam, terutama untuk jenis premium dan solar.
Dengan demikian, tanpa kebijakan, subsidi energi dalam APBN 2008 membengkak dan tidak dapat dibiayai, serta menambah beban di tahun 2009. Karena alokasi subsidi BBM maksimal yang diperkenankan dalam APBN-P 2008 adalah Rp 135,1 triliun (UU No.16 Tahun 2008 tentang APBN-P 2008 pasal 7), dan tanpa kebijakan, defisit APBN yang tidak terbiayai akan mencapai Rp 35,6 triliun pada 2008 dan pada 2009 akan mencapai Rp 69,5 triliun. (Bank Indonesia-Semarang Regional Office, 2008)
Kebijakan menaikkan harga BBM (mengurangi subsidi BBM) perlu dilakukan untuk mengatasi krisis energi dan kenaikan harga minyak dunia. Sedangkan dampak kenaikan harga BBM itu sendiri terutama akan dialami oleh rakyat dari golongan ekonomi menengah kebawah, baik dampak negatifnya seperti PHK dan penurunan pendapatan riil, maupun pemberian kompensasi kenaikan harga BBM berupa BLT dan bentuk-bentuk lainnya. Kenaikan harga BBM juga akan memicu terjadinya inflasi, yang mana berusaha diimbangi oleh BI dengan meningkatkan BI rate. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa kenaikan harga BBM ini merupakan kebijakan jangka pendek, yang harus diikuti dengan kebijakan-kebijakan lainnya guna menghadapi tantangan krisis energi dan krisis pangan yang dihadapi Indonesia
sumber
http://www.bbc.co.uk/indonesian
www.mudrajad.com
SDM
umberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan
SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita
abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:
Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada
krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya
sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat
terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia
masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan
kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan
kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus
meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja
yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di
Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia
lebih dari 300.000 orang.
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena
penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim
pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh
produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan
dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil
tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan
manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini
merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi
global.
Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu.
Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan — tidak lebih dari 12% — pada peme-rintahan di era reformasi. Ini
menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah
saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan
saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia
secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan
SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang
menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan
kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum
sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan
mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih
disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan
perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan
tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya
efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan
internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World
Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8),
Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk
berikut: Produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi
lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang
memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam
bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan
sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan
dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.
Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti
penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh
diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di
dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi
yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai
contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia –baik
yang berdomisili di kota maupun di desa– menuju pada selera global.
Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan
nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi
menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan
teknologi telekomunikasi yang semakin canggih.
Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah pada
meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara
(cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows),
pergerakan tenaga kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana
dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan
pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di
Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan
strategi usaha serta melandaskan strategi manajemennya dengan basis entrepreneurship, cost efficiency dan competitive
advantages.
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan.
Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia,
tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar
domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor
yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun
keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian
berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi
dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis corporate.
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu
tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal.
Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan
dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan
merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun
pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun
sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi,
penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM
semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang
harus dikedepankan.
Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi
dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal
ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi
pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak
diimbangi dengan tolok ukur kualitatif atau mutu pendidikan.
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada
era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada
cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan
perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya
kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya
memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang
mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan
belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di
sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang
diciptakan pemerintah.
Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang
dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan
belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah
diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk
mempertahankan kekuasaan. Pemilu 1999 yang konon merupakan pemilu paling demokratis telah menciptakan oligarki
politik dan ekonomi. Oligarki ini justru bisa menjadi alasan mengelak terhadap pertanggungjawaban setiap kegagalan
pembangunan.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan
terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain
Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah
bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa?
Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan
pengangguran akan terpecahkan.
Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta
akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan
sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya
masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin
menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat
sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link
and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh
kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini
adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumberdaya yang dimiliki,
yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses
pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan
manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses
ketergantungan tersebut.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni
sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat
sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan
local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab
meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun
apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka
ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai
keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun
terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan
kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan
dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem
kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.
Oleh: Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi IPB dan Pengamat Ekonomi
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html
SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita
abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:
Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada
krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya
sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat
terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia
masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan
kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.
Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan
kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus
meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja
yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di
Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia
lebih dari 300.000 orang.
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena
penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim
pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh
produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan
dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil
tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan
manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini
merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi
global.
Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu.
Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan — tidak lebih dari 12% — pada peme-rintahan di era reformasi. Ini
menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah
saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan
saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia
secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan
SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang
menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan
kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum
sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan
mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih
disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan
perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan
tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya
efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan
internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World
Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8),
Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk
berikut: Produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi
lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang
memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam
bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan
sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan
dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.
Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti
penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh
diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di
dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi
yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai
contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia –baik
yang berdomisili di kota maupun di desa– menuju pada selera global.
Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan
nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi
menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan
teknologi telekomunikasi yang semakin canggih.
Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah pada
meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara
(cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows),
pergerakan tenaga kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana
dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan
pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di
Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan
strategi usaha serta melandaskan strategi manajemennya dengan basis entrepreneurship, cost efficiency dan competitive
advantages.
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan.
Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia,
tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar
domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor
yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun
keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian
berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai organisasi
dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis corporate.
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu
tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal.
Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan
dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan
merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun
pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun
sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi,
penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM
semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan yang
harus dikedepankan.
Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi
dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal
ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi
pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak
diimbangi dengan tolok ukur kualitatif atau mutu pendidikan.
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada
era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada
cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan
perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya
kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya
memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang
mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan
belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di
sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang
diciptakan pemerintah.
Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang
dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan
belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah
diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk
mempertahankan kekuasaan. Pemilu 1999 yang konon merupakan pemilu paling demokratis telah menciptakan oligarki
politik dan ekonomi. Oligarki ini justru bisa menjadi alasan mengelak terhadap pertanggungjawaban setiap kegagalan
pembangunan.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan
terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain
Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah
bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa?
Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan
pengangguran akan terpecahkan.
Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta
akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan
sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya
masalah-masalah sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin
menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat
sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link
and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh
kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini
adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumberdaya yang dimiliki,
yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses
pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan
manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses
ketergantungan tersebut.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni
sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat
sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan
local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab
meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun
apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka
ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai
keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun
terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan
kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan
dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem
kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.
Oleh: Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ekonomi IPB dan Pengamat Ekonomi
Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html
Langganan:
Postingan (Atom)