Powered By Blogger

Sabtu, 30 Oktober 2010

BISNIS SEWA LAPANGAN FUTSAL

Seiring masuknya olah raga futsal ke Indonesia, membuat permintaan lapangan futsal meningkat tajam. Sepertinya bisnis sewa lapangan futsal menjanjikan. Futsal adalah sejenis olah raga sepak bola, tetapi menggunakan lapangan yang lebih kecil, kira-kira 20-40 meter( bisa di gunakan di dalam ruangan )dan pemain tang lebih sedikit kira-kira 5 orang per tim seta aturan aturan baru, sehingga banyak orang pada umumnya pemuda lebih tertarik kepada futsal dari pada sepak bola yang lebih banyak menguras tenaga dan biya.
saya melihat tingginya permintaan futsal, terbukti dari aelau penuhnya lapangan yang saya lihat, bahkan kalau mau main kita harus konfirmasi terlebih dahulu dari jauh-jauh waktu. Dengan tarif yang relatif terjangkau, kira-kira Rp50.000 - Rp100.000 perjam, futsal bisa di nikmati dari berbagai kalangan, karena jika kita ingin bermain futsal kita harus membawa minimal 10 orang agar bisa bermain, jadi dengan di kenakan biaya Rp5000 per orang kalangan masarakat pun bisa bermain futsal. keuntungan besar pun bisa di raup pada akhir pekan, karena pada akhir pekan permintaan lapangan futsal meningkat sampai larut malam dan harga sewa pun bisa meningkat sampai 80%.
Jadi dengan modal sebidang tanah dan uang antara 10 juta sampai 20 juta bisa mendapat keuntungan dengan membuat lapangan futsal, dan dalam waktu 1 tahun bisa di prediksi kembali modal.

Selasa, 19 Oktober 2010

NEGERI KAYA NAN RAWAN PANGAN

NEGERI ini mendapat predikat sebagai negara yang memiliki varian tanaman pangan paling beragam di dunia. Namun, predikat tersebut tidak serta-merta membuat warganya cukup pangan.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan saat ini daerah rawan pangan di Tanah Air sekitar 4,5%, terutama berada di Indonesia bagian timur.

Namun, ada fakta lain yang lebih memprihatinkan. Berdasarkan global hunger index (indeks kelaparan dunia), yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini, dari lima kategori, Indonesia termasuk negara yang berkategori 'serius' terancam rawan pangan.

Lima kategori itu, mulai dari yang terjelek, yaitu 'sangat mengkhawatirkan', 'mengkhawatirkan', 'serius', 'moderat', dan 'rendah'. Jadi, kategori 'serius' rawan pangan tergolong buruk karena hanya satu tingkat di atas kategori 'mengkhawatirkan'.

Indeks kelaparan dunia itu menunjukkan 122 negara masih dalam tahap berkembang dan transisi. Sebanyak 29 negara masih memiliki tingkat kelaparan yang 'sangat mengkhawatirkan' dan 'mengkhawatirkan', antara lain Burundi, Chad, Republik Demokratik Kongo, dan Eritrea.

Sebagian besar negara-negara dengan kategori 'mengkhawatirkan' berada di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Itu berarti negara-negara tersebut hanya satu tingkat lebih jelek jika dibandingkan dengan Indonesia dalam hal rawan pangan.

Bagi negara-negara di Afrika dengan varian tanaman pangan terbatas, ancaman rawan pangan dapat dianggap wajar. Akan tetapi, bagi Indonesia yang memiliki keragaman jenis tanaman pangan, ancaman rawan pangan merupakan ironi.

Penyebabnya kebijakan pangan nasional banyak salah. Di antaranya 'penyeragaman' makanan pokok, yakni beras, yang kian tidak terkendali. Di sisi lain, lahan untuk menyemai padi terus tergerus.

Hampir tidak ada sudut di negeri ini yang tidak mengonsumsi nasi. Padahal, dulu kita mengenal warga Madura dengan makanan pokok jagung dan warga Maluku sagu. Semua kearifan lokal itu punah.

Akibatnya, ketika persediaan beras menipis dan panen padi gagal, rawan pangan pun tak terelakkan. Karena itu, kebijakan pangan nasional harus serius untuk mendiversifikasikan pangan.

Kebijakan pangan yang salah lainnya adalah lebih mementingkan ekspor, padahal kebutuhan dalam negeri belum tercukupi. Indonesia yang kaya laut, misalnya, ternyata defisit ikan hingga 1 juta ton per tahun.

Ancaman rawan pangan memang bukan monopoli Indonesia. Namun, kita berbeda dengan negara-negara lain yang lebih sigap mengantisipasi ancaman tersebut.

China, Filipina, bahkan Thailand dan Vietnam yang menjadi lumbung beras kini sudah memulai gerakan mengamankan cadangan pangan dalam negeri mereka dari ancaman pangan pada 2011.

Tapi, di sini, yang terjadi masih cekcok soal apakah benar kita surplus beras atau tidak. Bahkan, kita masih terjebak dalam perdebatan soal benar-tidaknya negeri ini rawan pangan.
(Media Indonesia Senin, 18 Oktober 2010 )

sungguh mengenaskan membaca berita di atas, Indonesia yang terkenal dengan tanah nya yang subur, bahkan orang orang bilang tanah kita tanah surga tongkat dan batu jadi tanaman tarnyata jauh dari kenyataan, pemerintah hanya fokus terhadap pembangunan ekonomi di sektor industri, pembangunan itu pun hanya dilakukan di kota kota besar, tidak merata, masih banyak daerah daerah yang trtinggal perekonomiannya terutama wilayah timur, tak sepantas nya negeri kita rawan pangan dan medapat cap negara miskin, Indoneasia memiliki pertambangan emas terbesar di dunia, Negara ini punya cadangan gas alam TERBESAR DI DUNIA! tepatnya di Blok Natuna.
Berapa kandungan gas di blok natuna? Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll. Negara ini punya Lautan terluas di dunia. dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.Negara ini memiliki tanah yang sangat subur. karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan, tak heran Indonesia memiliki jutaan spesiies tanaman, sawah berhektar hektar, tapi pemerintah malah inport beras.
Pemeriantah harus mengevaluasi kebijakan2 ekonomi yang ada. pemerintah harus memaksimalkan potensi SDA yang melimpah, meratakan pembangunan ekonomi sampai ke daerah daerah, dan bisa mengangkat perekonomian bangsa dan menjadi bangsa yang maju, karena negara kita tak pantas mendapat predikat negara miskin dan rawan pangan.

Jumat, 15 Oktober 2010

ACFTA

Sesuai dengan rencana, sebagai perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan China yang disebut dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), mulai Januari 2010 telah dilaksanakan. Itu artinya, mulai saat itu di antara negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia dan China harus membuka pasar dalam negeri secara luas.

Meski disebut-sebut akan ada banyak keuntungan yang bakal diraih dari perdagangan bebas ini, seperti bakal meningkatnya ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN dan meningkatnya penanaman modal di IndonesiA(akbar persistri no. 3 tahun X maret 2010)
TAPI saya pribadi berpendapat Indonesia tuh belum siap menghadapi ACFTA, masih banyak yang harus di siapkan. seperti infrastruktur yang masih minim sehingga dapat menghambat proses export.masih banyak yang harus di benahi oleh pemerintah. sebelum ACFTA saja Indonesia mengalami kebanjiran produk dari cina. apa lagi sekarang ini serbuan produ asing terutama dari cina seperti air bah yang dpt dapat mengahancurkan sektor sektor ekonomi rakyat.

Senin, 04 Oktober 2010

KEBIJAKAN EKONOMI YANG KELIRU

DALAM berbagai kesempatan pemerintah selalu bersuara merdu mengenai kemajuan ekonomi. Yang dipakai sebagai bukti tiada lain indikator makro, yang menunjukkan perekonomian telah berjalan dengan arah yang benar.

Kenyataannya tidak seindah itu. Di bidang ekonomi, sesungguhnya ada berbagai kebijakan yang keliru yang menyebabkan Indonesia tidak mampu meningkatkan daya saingnya. Itulah yang kembali diingatkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Seminar Lustrum XXI Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pekan lalu.

Terdapat tiga kebijakan keliru yang menurut Jusuf Kalla sudah saatnya diakhiri. Ketiga kebijakan itu berkaitan dengan suku bunga kredit perbankan yang tinggi; kebijakan energi yang salah; serta kurang memadainya infrastruktur.

Kebijakan tersebut justru meningkatkan biaya produksi industri dalam negeri, bukan malah membuat efisien.

Suku bunga yang diterapkan perbankan di Indonesia hingga kini tergolong sangat tinggi, yaitu 12%-14%. Padahal, sebagai perbandingan, suku bunga yang diterapkan China hanya 5%.

Di bidang energi, kebijakan yang keliru itu ialah pemerintah lebih memilih mengekspor energi yang dihasilkan ketimbang menggunakannya untuk kepentingan dalam negeri. Padahal, industri di dalam negeri masih membutuhkan sumber energi dalam jumlah besar.

Ekspor gas dan batu bara dalam jumlah lebih dari 50%, misalnya, menjadi sangat aneh di tengah sekaratnya sejumlah pabrik pupuk di dalam negeri karena kekurangan gas. Listrik kita hingga kini tidak efisien, salah satunya juga karena sering kekurangan pasokan batu bara sebagai bahan bakar.

Begitu pula dengan infrastruktur yang terus saja menjadi keluhan karena masih amat buruk. Negeri ini, misalnya, belum memiliki infrastruktur terpadu yang menghubungkan kawasan-kawasan industri dengan pelabuhan besar.

Akibatnya, angkutan barang harus berebut dengan kendaraan pribadi di jalanan yang sempit sehingga waktu tempuh menjadi sangat lama. Belum lagi lambatnya perbaikan jalan atau jembatan yang sering membuat akses menuju pelabuhan terputus.

Masalah-masalah tersebut telah lama terpampang di depan mata. Sejumlah kalangan sudah berkali-kali di berbagai forum mengingatkan pemerintah untuk mengakhiri berbagai kebijakan yang keliru itu.

Tapi, tidak banyak perubahan signifikan. Pemerintah berkali-kali berjanji akan merombak hambatan yang mereka sebut dengan debottlenecking itu.

Nyatanya, berbagai upeti yang membikin ekonomi biaya tinggi, misalnya, masih banyak kita temui. Ekspor gas memang mulai dikurangi, tapi itu pun masih setengah hati. Infrastruktur kita belum banyak berubah.

Pemerintah boleh bangga negeri ini menjadi tujuan investasi paling favorit nomor dua berdasarkan survei United Kingdom Trade Investment sepanjang Juli-Agustus 2010 terhadap 520 eksekutif global.

Namun, kita masih kalah jika dibandingkan dengan Vietnam yang menduduki peringkat pertama survei. Padahal, Vietnam adalah 'negara baru' di bidang ekonomi.

Perkara sudah terpampang di depan mata, tetapi pemerintah membiarkannya, atau tidak tahu harus berbuat apa. Jangankan mencari cara-cara luar biasa untuk mengoreksi kebijakan yang keliru itu, cara-cara biasa saja terus terlambat dilakukan.

Kalau penyakit kronis itu terus dipelihara, jangan meratapi kalau bangsa ini hanya akan menjadi saksi munculnya raksasa-raksasa ekonomi baru.(media indonesia Senin, 27 September 2010)

Saya menambahkan masih ada kebijakan ekonomi yg keliru, di thn 2010, smpai bulan ini nilai import indonesia dari pada nilai export, yg mengakibatkan produk-produk asing membanjiri pasar di Indonesia, dan mengancam para pengusaha lokal.belum lama ini pemerintah Indonesia. Belum lama ini pemerintah indonesia mengimport sapi dari Australia untuk memenuhi kebutuhan daging sapi pada saat hari raya IEDUL FITRI, ternyata kebijakan tersebut menancam dan merugikan para peternak sapi, harga sapi lokal pun anjlok, para peternak sapi lokalpun mengalami kerugian besar bahkan sampai ada yang gulung tikar.